gold krisan

sayapku yang dulu hendak rapuh, karena beberapa pias senja. tetapi kini, kembali tersadar, aku akan berbinar, tapi tentu tak kan gemerlap, bila kau tak bersama ku. sekarang. terimakasih untu kau yang kini mengisi babak baruku. terimakasih untuk semua.....

Jumat, 14 Oktober 2011

artikel.....


NODA DALAM RELIGI
oleh:  Sagung Adnyaswari

       Kebutuhan rohani, merupakan salah satu kebutuhan manusia sebagai suatu individu. Kebutuhan rohani tidak akan bisa diwakilkan. Berbeda halnya dengan kebutuhan lainnya.
Seluruh agama, mengajarkan untuk menjalankan rutinitas rohani yang sudah ditetapkan sesuai dengan kitab suci dan kepercayaan masing-masing.
Tak berbeda jauh dengan agama Hindu (khususnya yang saya bahas disini). Umat Hindu ditetapkan melakukan ritual persembahyangan tiga kali sehari. Dimana pukul 06.00 pagi, saat matahari terbit ; pukul 12.00 siang, saat matahari berada tepat diatas kepala manusia ; dan pukul 06.00 sore, saat matahari hendak terbenam.
Sekurang-kurangnya dapat melakukan ‘Puja Tri Sandhya’ sekali dalam sehari.
       Tetapi, anjuran tersebut hanya sebagai panutan belaka yang tak berarti apapun. Mayoritas dimata kaum remaja saat ini.
Seperti yang saya temui, disalah satu sekolah menengah favorit disudut kota Denpasar. Dimana para warga sekolah sudah menetapkan untuk melakukan acara persembahyangan bersama setiap ‘rahinan’ Purnama dan Tilem. Dengan pakaian adat lengkap rapi.
Tetapi apa yang saya potret ?
Mereka (para siswa), baik laki-laki maupun perempuan dengan riangnya melangkah memasuki kawasan sekolah. Dari kejauhan, sosok penuh kharisma (untuk siswa) ; dan sosok anggun (untuk siswi) Nampak dengan balutan safari dan kebaya dengan warna netral. Sangat kental nilai religious nya.
Namun, setelah ditelaah lebih jauh. Enam siswa dari sepuluh siswa, ternyata tidak membawa secuil alat persembahyangan (apakah itu canang, dupa, atau sekuntum bunga pun). Mereka hanya memikirkan, hendak menggunakan kebaya apa hari ini, ketimbang mereka mempersiapkan beberapa tanding canang untuk dihaturkan.
       Dengan lugunya, memasuki ruang kelas. Membagi cerita wara-wiri, dan sama sekali tidak mempedulikan keadaan sekitar. Dimana beberapa temannya mulai mempersiapkan diri untuk mempersembahkan sesajen disetiap ‘pelinggih’.
Apa mereka sesungguhnya menganut agama ??
       Miris melihat. Minimnya kesadaran untuk beragama dikalangan remaja, terlihat memudar. Meski ada segelintar remaja yang masih peduli pada keseimbangan ‘sekala dan niskala’, tetapi ada baiknya, bila semua umat melakukan hal yang sama terpujinya.
       Rupanya hal ini dipicu pengaruh lingkungan sekitar, kurangnya pengetahuan, serta rendahnya kadar perhatian dari sekeliling.
Mungkin mereka yang cenderung cuek, terbiasa pada kondisi keluarganya yang memang asli tak peduli pada hal-hal ini. Pengetahuan tentang agama yang mereka anut, tidak begitu meresap dengan baik, sehingga berdampak pada perilaku acuh tak acuh. Peran orang tua dirumah juga sangat berpengaruh, hanya sekedar mengingatkan putra-putrinya untuk membawa alat persembahyangan dihari suci, sudah cukup ampuh membuat kadar cuek tersebut berkurang.
       Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, akan semakin bertambah produksi umat Hindu yang tak sadar pada hakekat hidupnya. Dengan polos, mereka hanya menyakupkan kedua tangan, dengan alat persembahyangan hasil pinjaman teman. Doa sekedarnya, sikap yang kurang baik, dan tingkat konsentrasi yang amat buruk. Bukannya mendatang suatu kebahagiaan ‘Bhuana Agung dan Bhuana Alit’ , tetapi malah sebaliknya. (Pralaya / kiamat).
       Ada baiknya, mulai dini kita menyadari begitu pentingnya ritual persembahyangan. Bukan hanya sekedar menyembah, memohon dan meminta, tetapi juga mempersembahkan. Dengan begitu keadaan akan stabil.
Asah, asih, asuh pun dapat tercipta dengan berkesinambungan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar