gold krisan

sayapku yang dulu hendak rapuh, karena beberapa pias senja. tetapi kini, kembali tersadar, aku akan berbinar, tapi tentu tak kan gemerlap, bila kau tak bersama ku. sekarang. terimakasih untu kau yang kini mengisi babak baruku. terimakasih untuk semua.....

Rabu, 27 April 2011

Cerita pendekk

"JANJI YANG INGKAR"

Masih jelas ruas-ruas sang fajar yang kemerahan. Dimana ayam jago di pagi itu terngiang jelas melewati daun telinga ku. Embun yang menetes lembut terhalangi celah daun. Udara Bogor pun sejuk menusuk tulang. Kini.... aku masih berusaha menutup semua kenangan yang terjalin bulan lalu. Semakin aku mencoba, kisah-kisah itu semakin terukir. Mungkinkah ini abadi ?
Akan segera ku cari jawabnya.
Roti berselimut coklat telah mengisi perutku. Udara dingin seakan mengikis kulit ari, sepanjang mata memandang pucuk-pucuk teh muda yang terjarah. Ku petik satu, meniupnya, hingga terbang, dan menghilang, seperti kenangan itu.
Tepat di hari ini, dia mengacungkan kelingkingnya. Ucapkan sepatah kata. Membuat ku berdiri tegak disini, menunggu para pekerja nikmati makan siangnya.
Sebulan yang lalu hingga kini, setiap pagi hingga petang, aku berdiri di gubuk kecil di tengah ladang teh hijau. Disana aku menatap langit, menikmati langkah pekerja, seperti melukis hari-hari tanpanya. Dengan bentang langit biru, dengan inspirasinya. Aku berkarya. Banyak lukisan yang sudah aku kirim ke Jakarta. Seperti hasrat ku sudah tersalurkan. Kadang disaat aku menorehkan cat minyak itu, rasa rinduku padanya sedikit terhapus.
Tak terasa sudah 12minggu aku disini. Mengganti kesendirian dengan karya-karya ku. tapi tetap....... tak pernah aku bertemu dengannya. Bagaimana dengan dirinya. Adakah kabar untukku ? merpati putih tak pernah terlintas lewati pelupuk mata. Tak ingatkah dia akan semua ? semua cita-cita ku. Semua keinginannya mengajakku terbang, melukis bersama bintang. Mengelilingi samudra. Berakit ditengah danau. Mengumpulkan teratai ungu. Serta membawa sebuah cinta tergambar pada akar pohon. Asal kau tau , aku masih menagih hutangmu ..........
Tepat enam bulan menciptakan karya. Masih tanpamu.
Bu Narsi membawa kabar dengan sepucuk surat. Dengan tinta hitam di atas putih itu, aku mulai membaca kata demi kata, tersusun dengan rapi.
Air mata menetes. Terasa di pipi. Tersentak, terlempar semua penjelasan itu. Akhirnya ia mengirim kabar. Alasan ia tak pernah kembali.
Aku sakit. Terasa sia-sia semua penantian. Tatkala aku tahu semua. Aku tahu.......
Pulang dari Bogor, hendak kembali ke Jakarta. Mobil hitam elegan itu meluncur dengan landainya, menghantam keras pohon beringin di ujung jalan sana. Dia......
Dia..... sudah pergi...... tak akan kembali......
Setelah kejadian itu, aku dengan lugunya menunggu sabar disini. Sedangkan badan kasarnya telah bersatu dengan gundukan merah. Tertutup nisan putih.
Dia pergi......... setelah merajut cerita dengan ku. Di tanah Bogor ini, semua kisahku tercipta. Dari seorang gadis desa yang bertemu dengan pengusaha sukses asal Jakarta, menaruh hati padanya, hingga mengukir janji bersama. Dan saat ini........harus menelan kenyataan pahit. Melepas kepergiannya yang tlah berbulan-bulan.
Sekarang aku tahu .........
Ia tak pernah kemari, karena semua legenda tentang kami sudah terkubur bersama tubuhnya. Aku sedih.
Ia telah mengingkari janjinya.
Aku yang kini terpojok. Meratapi nasib pilu.
Darah menetes melewati sela-sela jemari. Terus menetes. Bibirku memucat, silet itu menggores nadiku. Kini....... hingga esok........
Aku akan terus bersamanya, kembali membentuk janji, yang tak akan teringkar. Walau dalam dimensi yang berbeda.




Oleh:
”Adnyaswari”




Minggu, 10 April 2011

Aku tak mampu menjadi pelita termegah dalam hidupmu, bunda.
Aku pun hanya seberkas titik putih dalam pekatnya gulita, ibu.
Aku ingin bersemi dalam setiap senyum tulusmu, mama.

Takkan terhitung, kini dan nanti, dosaku padamu.
Aku mungkin tak bisa sepenuhnya jadi yang kau mau.
Aku adalah aku.
Aku adalah putrimu, yang .........
Memiliki banyak asa, namun sungguh,
Ini semua hanya ku persembahkan padamu.

Duduklah dengan tenang.
Tak usah kau beranjak dari kursi malasmu, Maa. . .
Aku tak menuntut kau tersenyum padaku.
Aku. . . .
Aku hanya ingin, kau membuka mata, hati, dan pikiranmu.
Bila kini aku tlah dewasa, dan siap menghantarkan mimpi yang sempat tertunda.
Doa mu, ibu.
Utama untukku.
Saya sayang ibu .

By :
adnyaswari (teradaptasi, ibunda tersayang)




Jumat, 08 April 2011

Tak perlu kau berderu dengan ingin hati yang tak sesuai pada kenyataan.
Bukankah semua telah pada porsinya ?
Bukan karena indah, kau tersenyum,
Tapi karena kau tersenyum, semua ’kan nampak indah.
Bercermin pada air danau, tak perlu kau tatap langit dahulu.
Bahagialah kau dengan profesi rata-rata.
Sama tingginya mencapai puncak, dan sama rendahnya mencapai bagian dasar.
Cintailah semua yang kau miliki.
Bersyukur, bukan mengeluh, sayang. . . . .

By :
arin-adnya

Selasa, 05 April 2011

 
amat terkesan waktu negliat pertama kali .
lucu. pingin punya sendiri, bukan hanya sekedar gambar.
ketika aku terbangun dari mimpi yang kelam.
senyummu menghangatkan langkah ku.
terimakasih . . . . .
kau telah mengajarkan ku, bagaimana mencintai dengan sederhana.
aku menemukan arti "indah" sesungguhnya pada dirimu.
tetapkan aku dihatimu ....